AqidahHukum

Puasa Mengasah Aneka Kecerdasan

Puasa bermula dengan tidak makan, tidak minum, dan tidak bercampur dengan pasangan sejak terbit hingga terbenamnya matahari. Tetapi, ia seharusnya berakhir dengan tecerminnya semua sifat Allah―kecuali sifat Ketuhanan-Nya―dalam kepribadian seseorang karena berpuasa adalah upaya meneladani sifat-sifat Tuhan sesuai dengan kemampuan manusia sebagai makhluk.

Dengan sifat-Nya ar-Rahmân (Pelimpah kasih bagi seluruh makhluk dalam kehidupan dunia ini) yang berpuasa melatih diri memberi kasih kepada semua makhluk, tanpa kecuali. Dengan sifat-Nya ar-Rahîm (Pelimpah rahmat di hari kemudian) ia memberi kasih kepada saudara-saudara seiman dan meyakini bahwa tiada kebahagiaan, kecuali bila rahmat-Nya yang di hari akhir itu dapat diraih. Dengan sifat al-Quddûs (Mahasuci) yang berpuasa menyucikan diri―lahir dan batin―serta mengembangkan diri sehingga selalu berpenampilan indah, baik, dan benar. Dengan meneladani sifat-Nya al-‘Afuw (Maha Pemaaf) seseorang akan selalu bersedia memberi maaf, sedang dengan meneladani sifat al-Karîm (Maha Pemurah) seseorang akan menjadi sangat dermawan, demikian seterusnya.

Dengan upaya meneladani sifat-sifat Tuhan, seorang yang berpuasa melatih dan mendidik dirinya untuk meraih aneka kecerdasan, melalui potensi–potensi yang dianugerahkan Allah kepadanya. Ia adalah kecerdasan intelektual, spiritual, dan emosional.

Kecerdasan spiritual melahirkan iman serta kepekaan yang mendalam. Fungsinya mencakup hal-hal yang bersifat supranatural dan religius. Ialah yang menegaskan wujud Tuhan, melahirkan kemampuan untuk menemukan makna hidup, serta memperhalus budi pekerti, dan ia juga yang melahirkan mata ketiga atau indra keenam bagi manusia.

Dimensi spiritual mengantar manusia percaya kepada yang gaib, dan ini merupakan tangga yang harus dilalui untuk meningkatkan diri dari tingkat binatang yang tidak mengetahui, kecuali apa yang terjangkau oleh pancaindranya, menuju ke tingkat kemanusiaan yang menyadari bahwa wujud ini jauh lebih besar dan lebih luas daripada wilayah kecil dan terbatas yang hanya dijangkau oleh indra atau alat-alat yang merupakan kepanjangan tangan indra. Kecerdasan inilah yang mengantar manusia menuju serta memuja suatu realitas yang Mahasempurna, tanpa cacat, tanpa batas, dan tanpa akhir, yakni Allah Yang Mahaagung.

Leave a Reply